Senin, 14 Maret 2016

Ekstrak binahong sebagai immunostimulan pada udang yang terinveksi vibrio harveyi

Daun Binahong. Sumber: manfaatbuahdaun.com
Udang merupakan salah satu kultivan yang banyak dibudidayakan di indonesia karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Penyakit merupakan salah satu kendala yang harus dihadapi para pembudidaya udang saat ini. penyakit yang sering menyerang udang saat ini diantaranya adalah virus, jamur, parasit dan bakteri. Permasalahan utama pada budidaya udang baik dalam pembenihan dan pada kegiatan pebesaran adalah serangan bakteri dan virus. Bakteri yang sering ditemukan pada udang adalah bakteri vibrio. Bakteri ini sering ditemukan pada udang sebagai agensia penyakit vibriosis. Salah satu bakteri penyebab penyakit vibriosis ini adalah dari genus bakteri vibrio harveyi. Vibriosis adalah penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada udang, contohnya pada udang windu dan udang vaname. Vibriosis menyebabkan kematian pada larva, post larva, juvenil, remaja, dan pada udang dewasa dengan presentase yang tinggi dari total populasi udang yang dibudidayakan. Penyakit vibriosis ini bersifat ganas karena dapat mematikan populasi larva udang yang terserang bakteri vibrio harveyi dalam waktu kurang lebih 1 sampai 3 hari. Serangan bakteri ini juga sangat berhubungan erat dengan rndahnya kelulushidupan larva maupun udang dewasa dengan mortalitas hingga 100 %. Kematian udang yang diakibatkan oleh penyakit vibriosis pernah dilaporkan  di indonesia, india, dan taiwan.

Gejala klinis yang teramati pada udang windu paska infeksi V. harveyi yaitu adanya perubahan tingkah laku dan perubahan kenampakan (morfologi tubuh). Perubahan tingkah laku udang diantaranya adalah nafsu makan yang menurun dan pergerakan udang yang pasif. Secara morfologis, yaitu perubahan warna tubuh menjadi kemerah-merahan, moulting, kaki jalan dan kaki renang yang memerah, nekrosis pada ekor dan hepatopankreas berwarna keruh kecoklatan.

Penanganan penyakit vibriosis yang menyerang udang dilakukan penanganan oleh pembudidaya yaitu dengn menggunakan antibiotik sebagai upaya pengobatan. Padahal, penggunaan antibiotik dapat menyebabkan residu yang dapat menurunkan mutu dan kualitas pada udang dan lingkungan sekitarnya. Penggunaan kombinasi dari berbagai antibiotik juga dapat menimbulkan masalah retensi pada bakteri negatif. Akibat retensi yang ditimbulkan oleh antibiotik, maka dari itu memerlukan solusi usaha pengembangan bahan alternatif herbal sebgai antibakteri yang dapat membunuh bakteri. Selain itu juga harus dilakukan peningkatan sistem prtahanan tubuh atau dengan mengunakan immunostimulan yang berasal dari berbagai tanaman herbal, karena tumbuhan memiliki segudang sumber bahn kimia yang lebih aman dan lebih murah. Pemberian immunostimulan bagi ikan maupun udang biasanya diberikan sebelum terjangkit penyakit, cara pemberiannya dapat melalui penyuntikan, pakan (oral), dan perendaman (immersi), namun pemberian melalui pakan dinilai paling praktis karena tidak menyebabkan stress bagi ikan/udang. Ketepatan dosis juga merupakan tolak ukur keberhasilan pemberian immunostimulan, pada dosis yang tinggi dapat menekan mekanisme pertahanan tubuh dan pada dosis rendah tidak efektif.

Gambaran mikroskopik terlihat hemoragi dan foki bakteri di jaringan otot jantung, hemapoetik dan insang. Adanya infiltrasi sel leukosit pada foci berkaitan dengan eksotoksin dan insang. Adanya infiltrasi sel leukosit pada foci berkaitan dengan eksotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio sp. Foki nekrotik bakterial terlokalisir pada dermis dan epidermis, diawali dengan hiperemi dan edema fibrin, infiltrasi makrofag dan polimorfonuklear leukosit yang menyebar rata. Nekrosis pada pusat lesi dengan deposit fibrin, banyak sel radang mengandung granula melanin. Bentuk Vibriosis kronis yang dapat diamati adalah letargi, eksoptalmia, lesi nekrosis, pembengkakan hipodermal, perdarahan di sirip, hidung, ventrikulus, otot dan jaringan, limpa dan ginjal bengkak dan lunak, ginjal sering mengalami nekrosis pada glomerulus, tubulus dan dearah interstitial, fokal nekrosis pada hati dan ikan dapat bertahan meskipun adanya jaringan perut. Selain itu pada infeksi bakterial yang kronis terlihat adanya perubahan cara berenang yaitu berenang miring dan bergerak lamban, lesu dan hilang nafsu makan.

Binahong (A. cardivolia) berpotensi sebagai imunostimulan herbal. Penggunaan binahong sebagai imunostimulan pada udang belum banyak diteliti. Akan tetapi, sebagai antibakteri binahong mampu mencegah pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan mampu mempercepat penyembuhan luka pada mencit yang terinfeksi Staphilococcus aureus. Potensi daun binahong sebagai agen imunostimulan diperkuat oleh adanya kandungan bahan aktif seperti alkaloid, flavonoid, fenol, steroid dan minyak esensial yang mempunyai peran penting sebagai antimikrobadan antibiotika. Bahan aktif dari tanaman herbal terbukti memiliki kemampuan sebagai promotor pertumbuhan, anti stres, imunostimulan dan anti bakteri pada larva ikan dan kekerangan.

penggunaan ekstrak tanaman binahong merupakan bahan alami yang mengandung berbagai bahan aktif yang berfungsi sebagai antimikroba dan dapat mencegah serangan bakteri Aeromonas caviae pada ikan mas. Bahan aktif pada ekstrak binahong sangat berpotensi untuk menanggulangi serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Pemanfaatan ekstrak daun binahong diharapkan dapat menjadi bahan alternatif untuk menanggulangi serangan V. harveyi yang menyerang udang vaname. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dosis terbaik dari serbuk binahong (A.cordifolia) yang paling efektif terhadap kelulushidupan udang vaname (L. vannamei) yang diinfeksi bakteri V. harveyidan mengkaji pengaruh serbuk binahong (A.cordifolia) terhadap kelulushidupan udang vaname (L. vannamei) yang diifeksi bakteri V.harveyi.

daftar pustaka
Sarjito, Agil S. Utomo, Slamet Budi P.2015. Penambahan Serbuk Daun Binahong (Anredera Cardivolia) Pada Pakan Terhadap Respon Imun, Kelulushidupan Dan Status Kesehatan Udang Windu (Penaeus Monodon) Yang Diinfeksi Vibrio Harveyi . Journal Of Aquaculture Management And Technology . 4 (3) : 61 – 68
Haditomo, A. H. C., Rensiga Rintan Bunga Sari, Sarjito. 2015. 26 Pengaruh Penambahan Serbuk Daun Binahong (Anredera Cordifolia) Dalam Pakan Terhadap Kelulushidupan Dan Histopatologi Hepatopankreas Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) Yang Diinfeksi Bakteri Vibrio Harveyi. Journal Of Aquaculture Management And Technology. 4 (1) : 26 – 32.

Sistem Akuaponik Skala Rumah Tangga

Akuaponik. Sumber: trubus-online.co.id
Perubahan iklim global menyebabkan strategi penyediaan pangan yang bersandar kepada sentra produsen/penghasil pangan mutlak perlu dilakukan perubahan. Salah satu strategi untuk mendukung perubahan tersebut adalah melalui pemanfaatan lahan pekarangan rumah. Namun demikian, budidaya di pekarangan memiliki karakteristik yang khas. Salah satu diantaranya adalah memiliki luasan lahan yang sempit. Sehingga diperlukan optimasi pemanfaatan lahan pekarangan dalam budidaya perlu dilakukan. Untuk mengatasinya, aplikasi akuaponik dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Secara teknis, sistem akuaponik akan mampu meningkatkan kapasitas produksi pembudidaya ikan. Pada sistem ini, dapat dihasilkan dua komoditas yakni sayuran dan ikan. Budidaya sayuran, secara langsung akan didukung oleh sistem budidaya ikan yang menghasilkan sisa pakan dan kotoran yang mengandung unsur hara konsentrasi tinggi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman di atasnya. Sementara itu, media tanaman yang berada di atasnya akan menyaring air dan mempertahankan kualitas air yang berada di bawahnya. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas air kolam akan tetap baik, bebas dari sisa pakan dan kotoran ikan, sehingga akan mendorong pertumbuhan ikan menjadi baik.

Hasil gambar untuk akuaponik
Akuaponik. Sumber: Mamanabee.wordpress.com
Teknologi akuaponik merupakan gabungan teknologi akuakultur dengan teknologi hydroponic dalam satu sistem untuk mengoptimalkan fungsi air dan ruang sebagai media pemeliharaan. Teknologi tersebut telah dilakukan di negara-negara maju, khususnya yang memiliki keterbatasan lahan untuk mengoptimalkan produktifitas biota perairan. Prinsip dasar yang bermanfaat bagi budidaya perairan adalah sisa pakan dan kotoran ikan yang berpotensi memperburuk kualitas air, akan dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman air. Pemanfaatan tersebut melalui sistem resirkulasi air kolam yang disalurkan ke media tanaman, yang secara mutualistis juga menyaring air tersebut sehingga saat kembali ke kolam menjadi ”bersih” dari anasir ammonia dan mempunyai kondisi yang lebih layak untuk budidaya ikan.

Aquaponik terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian akuatik (air) untuk pemeliharaan ikan dan bagian hidroponik untuk menumbuhkan tanaman. Sistem akuatik menghasilkan sisa pakan dan feses yang terakumulasi di dalam air dan bersifat toksis terhadap ikan, namun kaya nutrien yang dapat menjadi sumber hara bagi tanaman dalam sistem hidroponik di atasnya.  Beberapa komponen atau sub sistem aquaponik antara lain, (1) tangki pemeliharaan ikan atau kolam, (2) unit penangkap dan pemisahan limbah padat (sisa pakan dan feses), (3) bio filter, tempat di mana bakteri nitrifikasi dapat tumbuh dan mengkonversi amonia menjadi nitrat, yang dapat digunakan oleh tanaman, (4) subsistem hidroponik, yakni bagian dari sistem di mana tanaman tumbuh dengan menyerap kelebihan hara dari air, (5) sistem di mana air mengalir ke dan dari yang dipompa kembali ke tangki pemeliharaan. Unit untuk menghilangkan padatan, biofiltrasi, dan/atau subsistem hidroponik dapat digabungkan menjadi satu unit atau subsistem, yang mencegah air mengalir langsung dari bagian budidaya ikan ke sub sistem hidroponik.

Manfaat sistem akuaponik untuk kolam dan ikan adalah kebersihan air kolam tetap terjaga, air tidak mengandung zat-zat yang berbahaya bagi ikan karena sudah melalui proses filtrasi. Ketersediaan oksigen untuk ikan juga akan tetap terjaga. Melalui akuaponik tidak perlu dilakukan penggantian air untuk kolam ikan, namun hanya perlu ditambahkan air ketika volume air dalam kolam sudah mulai berkurang dan perlu ditambah. Keuntungan hasil panen dari sayuran yang dikembangkan melalui akuaponik adalah tanaman lebih hijau, segar, awet, dan tidak mudah menguning. Selain itu, sayuran menjadi lebih sehat karena bersifat organik. Sebab, selama masa tanam sayuran tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida, karena hanya menggunakan limbah dari kolam sebagai pupuk alaminya. Tanaman yang bersifat organik juga akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasaran bila dikembangkan dalam skala besar, sedang bila dikonsumsi sendiri tentunya menjadi bahan makanan yang sehat.

Sayuran yang paling baik digunakan dalam subsistem hidroponik adalah selada, kemangi, tomat, buncis, kacang polong, kol, selada air, talas, lobak, stroberi, dapat menjadi pilihan tanaman yang bisa ditanam secara aquaponik. Sedangkan jenis ikan air tawar yang paling umum digunakan dalam sistem aquaponik skala rumah tangga adalah nila, lele, patin, gurami, bawal, dan belut. Oleh karena itu teknologi aquaponik layak untuk dikembangkan di lahan pekarangan rumah yang memiliki lahan pekarangan sempit hingga sangat sempit. Teknologi aquaponik ini dapat menjadi langkah awal yang logis menuju kamandirian pangan keluarga dan bahkan bangsa Indonesia. 

Penyakit Virus Pada Udang WIndu (Penaeus monodon)

Ilustrasi: Udang windu terkena virus. Sumber: Antaranews.com

I. Definisi penyakit ?



Penyakit didefinisikan sebagai ketidaknormalan terhadap fungsi sebagian atau seluruh organ tubuh dikarenakan adanya gangguan faktor-faktor abiotik (kualitas air, makanan dan lainnya) dan faktor biotik (organisme penyebab penyakit atau patogen). Beberapa penyakit udang yang sering ditemukan di lapangan dapat disebabkan oleh patogen virus, bakteri, parasit ataupun jamur.

II.     Penyakit virus pada udang windu
 Penyakit virus yang menyerang udang windu di Indonesia awalnya adalah MBV (monodon baculovirus disease), diikuti penyakit HPVD (hepatopancreas parvo-like virus disease), YHV (yellow head) (sudah jarang terjadi dan sejak tahun 1995 mewabah penyakit oleh WSSV (white spot). Hingga kini, penyakit white spot sangat masih tetap mempengaruhi keberhasilan budidaya udang windu.
a.    Monodon Baculo Virus (MBV)
MBV terjadi pada semua stadia udang, gejala klinisnya yaitu berenang ke pinggir, nafsu makan rendah, isi lambung kosong dan udang tampak lemas, warnanya menjadi merah pada setiap segmen, insang dan tubuh ditempeli oleh organisme epikomensial, dapat menimbulkan kematian akut setelah 1-7 hari sejak gejala awal tampak. Secara histologis, organ-organ tubuh yang diserang MBV meliputi insang, hepatopankreas dan epitel usus. 
b.    Hepatopancreatic Parvo-like Virus (HVP)
Penyakit HPV disebabkan oleh DNA yang mengandung parvovirus berukuran kecil dengan diameter 22-24 nm. Penyakit ini terutama menyerang organ hepato-pankreas udang, tetapi kadang-kadang juga menyerang organ insang dan usus. Tubuh udang menjadi pucat dan hepatopankreas coklat. Pertumbuhan menjadi lambat, bahkan mengalami kematia. Gejala serangan HPV tidak spesifik, tetapi beberapa kasus tampak hepatopankreas berwarna keputihan dan atropi, pertumbuhan lambat, anorexia, gerakan lambat, cenderung naik ke permukaan, dan insang dihinggapi organisme komensalisme dan organisme patogen opurtunistik seperti Vibrio spp. Kematian akibat HPV sulit ditentukan. Serangan HPV dengan agen agen penyakit lainnya ini menyebabkan kematian tinggi pada tahap juvenis, dan dalam 4 minggu dapat mencapai 50-100%.
c.    White Spot Syndrome Virus (WSSV)
Penyakit WSSV menyebabkan udang cenderung bergerombol di tepi dan berenang ke permukaan. Pada fase akut terdapat bercak-bercak putih pada karapas, bercak putih pertama kali muncul pada cephalothorak, segemen ke 5-6 dari abdominal dan terakhir menyebar ke seluruh kutikula tubuhnya. Bintik putih pada bagian karapas sudah menjadi tanda umum, tetapi pada induk udang warnanya menjadi merah. Udang yang terserang penyakit ini dalam waktu singkat udang dapat mengalami kematian.

III. Cara Penyakit Menular ke Udang
Penularan penyakit ke udang dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Dari induk ke larva, penularan karena induk yang terinfeksi melepaskan jaringan dan cairan ovary bersama telur.
2. Dari udang dan kepiting yang terinfeksi, jaringan yang mati dari udang dan kepiting yang mati akan dimakan oleh udang kecil/fitoplankton, sehingga saat pergantian air, penyakit dalam tubuh udang kecil dan zooplankton akan ikut masuk bersama air ke tambak dan dimakan oleh udang budidaya.
3. Darah yang terinfeksi, apabila udang sakit yang mati dimakan udang lain, darahnya akan lepas ke air dan akan menulari udang lain (udang yang sakit darahnya tidak bisa mengental).
4. Kanibalisme, udang yang sakit bergerak lambat, sehingga udang sehat memakan udang yang sakit dan akan terinfeksi virus.
5. Penularan melalui air tambak tetangga, yaitu tambak tetangga yang terserang penyakit, kemudian air rembesan tambak tersebut akan menulari tambak budidaya yang lain jika tambaknya lebih rendah.

IV.   Cara Pengendalian/ Menghindari Penyakit
1.    Membeli benih yang bebas virus dan dari induk yang bebas virus (disertai dengan bukti sertifikat) dengan sertifikat yang masih berlaku
2.    Persiapan tambak dengan baik, yaitu:
a.    Pengeringan 7 – 8 hari agar sisa udang sakit dan virus mati.
b.    Air yang masuk disaring dengan saringan berlapis dan diendapkan 5 hari agar telur dan benih udang liar tidak masuk.
c.    Biarkan air tambak tanpa diisi udang minimal 5 hari agar partikel virus tidak dimakan oleh udang.
d.   Membuat pagar biosecurity di sepanjang pematang.
e.    Apabila tanah masam, pematang diberi kapur atau dikurangi ukuran pematang terbuka.
3.    Hindari udang stress karena stress dapat memicu munculnya penyakit.
4.    Menjaga atau perbaikan kualitas air.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Uji Teknologi Budidaya Udang Bebas Penyakit Bercak Putih. Mina Bahari, 3 (02): 16-17.
Lightner, D. V. 1996. A Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedures for Diseases of Cultured penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society. Baton Rouge, Louisiana, 70803 USA.
Mahardika, K., Zafran dan I. Koesharyani. 2004. Deteksi White Spot Syndrome Virus (WSSV) Pada Udang Windu (Penaeus monodon) di Bali dan Jawa Timur Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 10 (1): 55-60. 

Penyakit pada Udang

Ilustrasi: Udang vaname sakit

Jenis penyakit yang menyerang udang dapat dikelompokkan menjadi penyakit viral, bacterial, kelompok fouling disease dan penyakit karena faktor nutrisi.

1. Viral
Muncul dan mewabahnya penyakit viral sangat terkait dengan kondisi lingkungan. Faktor pemicu timbulnya wabah virus ini disebabkan karena :
a. Pencemaran pestisida di perairan
b. Perubahan kualitas air yang mendadak
c. Udang stress
Penyakit yang banyak menyerang udang dan sangat berbahaya untuk kelangsungan hidup udang salah satunya adalah :
White Spot Baculovirus ( SEMBV )
Ciri – ciri :
a.       Ditandai dengan terbentuknya bercak putih seperti panu pada bagian Cephalothorax (kepala)
b.      udang berenang ke tepi dekat pematang, lemas dan kehilangan nafsu makan.
Penularan penyakit ini sangat cepat menyebabkan sulitnya penanggulangan penyakit. Organisme penular ( karier ) dapat berupa rebon, udang putih, kepiting dan udang windu sendiri yang menularkan penyakit secara horizontal.
Penularan secara vertikal dapat terjadi melalui induk dan menular ke larva.

2. Bakterial
Di dominasi oleh genus vibrio sp, diantaranya :
a. Kunang-kunang ( luminous ) pada larva
Ciri-ciri : bila dilakukan pengamatan di ruangan gelap udang akan terlihat menyala.
b. Nekrosis
Ciri-ciri :
-        Putusnya organ eksternal dengan warna kehitaman pada sekitar organ yang putus misalnya ekor kipas.
-        Daging berwarna kehitaman.
Timbulnya penyakit ini berkaitan dengan kualitas lingkungan yang jelek yang diakibatkan oleh pergantian air yang kurang memadai disamping pasokan air yang terbatas dan berkualitas jelek.
c. Bakterial White Spot
Ciri-ciri : kulit udang kelihatan kusam dan sering ditemukan fouling organisme dari jenis protozoa dan fitoplankton.

3. Fouling disease (Penyakit penempel)
Yaitu pengelompokkan penyakit berdasarkan penampilan udang yang tidak menarik, karena kulitnya seperti berlumut dan insang berwarna hitam. Biasanya menyerang pada udang yang mengalami kegagalan moulting dan pertumbuhan terhambat. Penyebabnya adalah dari golongan alga dan protozoa, terjadi karena adanya peningkatan populasi yaitu peningkatan bahan organic dan peningkatan detritus melayang dalam air.

4. Penyakit insang hitam
Ciri-ciri : Warna insang udang hitam / kecoklatan. Organisme penyebab penyakit ini adalah protozoa, jamur dan alga, dan faktor pemicu timbulnya penyakit ini adalah :
a.       Ransum kurang vitamin C
b.      Manajemen kualitas lingkungan yang kurang baik
c.       Pertumbuhan alga yang terlalu padat ( Blooming )



Waspada Berak Putih pada Udang !

White faces. Sumber: catatandokterikan.blogspot.com
Udang vanamei merupakan salah satu komoditas udang yang kini populer dibudidayakan di Indonesia. Semenjak usaha udang windu gulung tikar dan beredar kabar bahwa udang vanamei lebih tahan terhadap penyakit, banyak para pembudidaya yang akhirnya banting stir ke budidaya udang vanamei. Namun seiring perkembangan jaman, udang vanamei pun kini rentan untuk terserang penyakit, hal ini dikarenakan faktor lingkungan yang mengalami perubahan begitu cepat, sehingga keadaan menjadi tidak aman dan terkendali.

          Salah satu jenis penyakit yang sering menyerang udang vanamei adalah penyakit berak putih. Penyakit berak putih adalah salah satu penyakit udang yang paling ditakuti petambak udang di Indonesia. Bila penyakit ini menyerang dan tidak mampu diatasi dengan cepat oleh petambak, maka akan menyebabkan gagal panen. Penyakit ini muncul sebagai akibat dari meningkatnya Total Organic Matter atau Total Bahan Organik di periran, yang disusul dengan NP ratio yang rendah. Gejala awal serangan WFD berupa, udang malas makan dan pakan banyak tersisa. Kadang-kadang juga ditemukan banyak planton yang mati. Lalu mulai terlihat berak putih mengambang di kolam. WFD rata-rata muncul pada saat udang berusia 60 hari ke atas. Dr. Arief Taslihan (BBPAP Jepara) menyampaikan serangan WFD telah terjadi di Sumbawa, Banyuwangi, Rembang, Jepara dan Purwerejo dengan gejala klinis yang dijumpai adalah kotoran udang seperti benang berwarna keputihan, nafsu makan menurun serta terjadi kematian hingga 60%. Berdasarkan pengambilan sampel pada udang yang terserang WFD di Tuban diperoleh hepatopankreas yang berwarna putih dan lembek dan ditemukan parasit Gregarin pada saluran pencernaan. 


Dalam pengobatan penyakit white feces, selalu diikuti proses lanjutan yaitu pengembalian nafsu makan udang agar pertumbuhan menjadi normal lagi. Caranya yaitu dengan pergantian air. Pergantian air harus disesuaikan dengan pola teknologi Budidaya yang telah diterapkan. Beberapa teknisi takut untuk mengganti air dengan alasan khawatir penakit akan kambuh kembali. Hal ini di satu sisi benar tetapi di satu sisi akan mengalami kerugian baik waktu maupun biaya karena pertumbuhan udang tidak mencapai target. sehingga udang yang  sebenarnya mengalami fase rehabilitasi kesehatan/ pertumbuhan,tidak akan didapat. Menurut Dr. Yunti muhana (IPB) dalam menangani penyakit berak putih dapat diaplikasikan pemberian probiotik langsung atau didukung dengan pemberian prebiotik.   Probiotik yang dipilih harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan apakah untuk pengendalian penyakit tertentu atau memperbaiki kondisi lingkungan. Sedangkan dengan dukungan prebiotik, pada saat ini mulai dikembangkan produk sinbiotik yang merupakan kombinasi dari probiotik dan prebiotik untuk meningkatkan kesehatan tubuh ikan/udang.  Penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian 2% sinbiotik dalam pakan menghasilkan laju pertumbuhan, FCR dan respon imun udang yang lebih baik, namun masih diperlukan uji lapang skala usaha.  

Penulis: Rusthesa Latritiani (Mahasiswa Prodi. Budidaya Perairan UNDIP)

Pembuatan Pakan Cake Untuk Larva Ikan

Pakan cake untuk larva ikan
Kegiatan budidaya ikan koi tidak terlepas dari pemeliharaan larva ikan. Larva ikan merupakan fase kritis sehingga harus dipelihara secara hati-hati, termasuk pakan yang diberikan ke larva koi harus yang memiliki protein tinggi. Salah satu alternative bahan yang bisa digunakan yaitu telur ayam. Telur ayam dikenal memiliki kandungan protein hewani yang tinggi. Kandungan yang terdapat pada telur yaitu asam amino yang lengkap. Pakan buatan cake dengan bahan utama telur merupakan salah satu pakan yang bisa diterapkan pada larva ikan. Pakan cake dapat diolah secara mandiri. Sehingga tidak tergantung pada biaya yang besar. Kelebihan dari pakan cake yaitu :

  1. Ekonomis karena bahan yang diperlukan tidak terlalu mahal,
  2. Mudah didapatkan apabila sewaktu waktu persediaan pakan habis bisa diolah sendiri,
  3. Memiliki kandungan nutrisi yang cukup karena terbuat dari telur, susu skim, madu dan scotemulsion.
Cara pembuatan pakan cake sangatlah mudah dan bahan yang diperlukan mudah didapat. Alat-alat yang diperlukan : timbangan, mixer, bak plastik, pengukus, saringan, sendok. Bahan yang diperlukan antara lain yaitu :

-          Telur 2 kg
-          Tepung terigu 150 gram
-          Susu skim 500 gram
-          4 sedok makan scotemulsion
-          Madu 1 bungkus
-          Air 200ml

Langkah-langkah pembuatan pakan cake yaitu :
  1. Pecahkan telur kemudian pisahkan antara putih dan kuningnya, lalu ambil kuningnya saja.
  2. Kocok kuning telur dengan menggunakan mixer sampai mengembanng
  1. Masukkan susu skim dan tepung terigu lalu campur sampai merata sambil dimasukan air sedikit demi sedikit.
  1. Setelah tercampur masukkan madu dan diaduk kemudian beberapa saat masukan scotemulsion ke adonan.

  1. Masukkan adonan yang sudah homogen ke dalam loyang yang sudah diberi plastic.
  1. Kukus selama kurang lebih 1 jam sampai masak

  1. Dinginkan cake kemudian simpan dalam lemari es. dan cake siap digunakan untuk pakan larva ikan.


Diberdayakan oleh Blogger.